Halo guys, ketemu lagi sama ane, jangan bosan-bosan ya ama akun paling ehem ehem di blogger!
Judul yang saya pasang di atas bukan sekedar isapan jempol, tidak hiperbolis juga. The Telegraph, memasukkannya menjadi salah satu dari 10 kegiatan seni yang mengguncang dunia (pada ulasan 10 Pieces of Modern Art that Shocked the World, tahun 2017). The Minds Journal juga menyematkannya sebagai salah satu kegiatan seni yang paling mengerikan, mengungkap sisi gelap kemanusiaan (pembahasan berjudul The Most Terrifying Work of Art in History Reveals The Dark Truth Of Humanity oleh editor Natalia Borecka).
Rhytm 0, sumber picture Behance.net
Emangnya siapa sih?
Sebelum saya memulai saya ajak kawan-kawan pembaca kembali ke tahun 1974, bertemu sama salah satu artis kelahiran Belgrade, Yugoslavia, percampuran darah Serbia dan Amerika pada tahun 1946, bernama Marina Abramovic. Karena banyak melakukan kegiatan show art yang fenomenal, salah satu penulis, Weidemann pada tahun 2008 menyematkan namanya menjadi salah satu pelaku performance art yang wajib dikenal dalam buku 50 Women Artists You Should Know. Title yang dipublikasikan oleh artis terkait "grandmother of performance art".
Udah tante-tante, sumber picture
Nama dan karya-karyanya memang layak dikenal. Dunia seni dominan mengenal namanya dengan baik. Selain fenomenal, memang karyanya banyak yang kontroversial, beberapa malah unexpected. Wajar sih. Karena arti sini lebih fokus ke "confronting pain, blood, and physical limits of the body", menjejali sederetan karya yang identik dengan rasa sakit, darah, dan memaksimalkan batas-batas fisik pada tubuh. Pernah dibahas kok oleh penulis Christina Demaria dalam bukunya The Performative Body of Marina Abramovic.
Waduh te.... Sumber picture theverge.com
Memangnya apa yang dia lakukan?
Saya ambil satu karyanya yang sempat bener-bener kontroversial di dunia seni. Show art menyeramkan ini, sekaligus social experiment, diberi nama Rhytm 0. Pengennya sih sosial eksperimen untuk melihat: how vulnerable and aggressive the human subject could be when hidden from social consequences, sesuai yang pernah diulas di European Journal of Women's Studies. Alias keinginan melihat sejauh mana agresifnya manusia jika mereka merasa tidak ada konsekuensi moral dan sosial dalam kehidupan.
Sumber picture primeirapedra.com
Kronologinya, sang artis berdiri diam di stage, sudah berdandan kali ya, dan memakai pakaian lengkap, durasi yang disetting selama 6 jam, dalam hall, mengundang banyak orang, baik orang asing stranger yang didominasi penikmat seni, juga orang umum, termasuk para wartawan di dalamnya.
Sumber picture Youtube.com
Rules nya, setiap orang yang datang di galeri art show, bisa melakukan apapun ke dia selama durasi 6 jam yang telah ditetapkan. Satu sisi, dia telah mempersiapkan pula MoU alias Memorandum of Understanding atau nota kesepahaman perjanjian dan kesepakatan agar apa saja yang terjadi nantinya adalah tanggung jawab penuh si artist. Jika nantinya terjadi sesuatu, tidak ada orang lain yang bisa disalahkan karena ada MoU ini. Semua karena kemauan Marina Abramovic sebagai performer. Intinya dia hanya memasang diri sebagai objek. Sebuah objek seni untuk tujuan seni, bentuk selain sebagai social experiment.
Serem gak dengarnya? bahkan ada kehilangan nyawa pun tidak ada yang bisa digugat karena sementara di dalam hall show art tersebut "tidak bisa dijangkau hukum".
Kok bicara tentang kehilangan nyawa?
Wajar saya menyinggungnya. Pertama, ada MoU yang membebaskan segala pengunjung bisa melakukan apa saja ke dia. Kedua, banyak yang datang ke show art tersebut, dan di dominasi oleh orang-orang asing selain para wartawan. Berarti banyak orang yang tidak dikenal artis terkait datang. Bukannya ini posisi yang berbahaya banget? Ketiga, sang artis kawakan ini mempersiapkan kurang lebih 72 barang, mulai barang yang aman hingga "unsafety". Dan dalam beberapa poin pada MoU awal, seluruh pengunjung bisa menggunakan beragam barang tersebut ke dia, jika ingin, atau bisa tetap menggunakan tangan kosong. Kurang lebih ada 72 barang sih. Dan ada barang-barang berbahayanya. Jadi bisa kehilangan nyawa dong.
Sumber picture pinterest.com
Barang apa sajakah itu?
Artis terkait mengkategorikan 72 barang tersebut menjadi tiga kategori. Barang-barang for pleasure, pain, and death. Kesenangan, rasa sakit, dan kematian.
Gambaran barang-barangnya, sumber picture pinterest.com
Barang safety seperti bulu, madu, cake cokelat, spidol, pensil, bunga mawar, minyak zaitun, plester luka, hingga barang unsafety seperti pisau bedah, cambuk, pistol genggam, peluru, rantai, gunting.
Disiapkan meja sih, kemudian 72 macam perangkat tersebut di taruh di atasnya. Sekalian ada papan kecil, sebagai pengingat peraturan yang sudah ditetapkan sang artis, tulisannya
Performance. I am the object. During this period i take full responbility.
Duration: six hours.
Ini adalah pertunjukan seni saya. Saya adalah objek. Lakukan apapun, saya yang akan bertanggung jawab penuh. Durasi yang saya siapkan selama 6 jam. Mulai jam 8 malam sampai jam 2 dini hari berarti.
Sumber picture rheinpfalz.de
Wow, mengingat tidak ada konsekuensi sama sekali, apa saja yang terjadi?
Pada awalnya wartawan yang berani mendekat. Memfoto, mendekat, tanpa berani berbuat lebih jauh. Sesaat kemudian, beberapa orang mulai mendekat. Mengubah posisi tangan dan jemari sang artist, menempatkan bunga di tangannya. Ada yang menyuapi dia dengan cake coklat.
Sesuai kesepakatan awal, dia ikhlas menerima berbagai perilaku tersebut, tetap diam, karena dia memang memposisikan diri sebagai objek. Lalu, seperti ekspektasi, ada yang mulai mencium dia. Hahahaha. Tapi jangan mikir yang enggak-enggak dulu. Kalau mencium jidat kan di kultur negara sana sebagai penghormatan kali ya. Tapi kalau bibir ya, mungkin selagi ada kesempatan.
Melihatnya kasihan, sumber picture Vimeo.com
Ada orang asing yang meraba raba badannya. Seseorang mengambil gunting, mulai memotong bajunya sedikit demi sedikit. Orang lain mengambil alat yang sama, menggunting bagian lain bajunya. Akhirnya beberapa orang berhasil membuat dia setengah telanjang gara gara kreatifitas menggunting kain. Topless, tidak ada baju yang melekat.
Yang foto lagi tidak pakai baju enggak sopan jadi enggak saya pasang ya, sumber picture unbelievable-facts.com
Beberapa menulisi kepala dan tubuh bagian atas sang artist dengan kata kata iseng. Ada stranger mengambil silet. Melukai lehernya, lalu meminum darah yang menetes dari lehernya. Setelah puas, melekatkan plester luka di sobekan kulit di leher sang wanita. Kemudian audience lain mengambil handgun alias pistol, mengisinya dengan peluru, menggenggamkan pistol, mengarahkannya ke lehernya. Sambil mengarahkan jari telunjuk sang artis menempel di pelatuk senjata. Disusul kemudian orang asing lain, mendekat, mengarahkan pistol menjauh dari lehernya.
Sumber picture underground-england.co.uk
Satu dua orang menuntunnya untuk berjalan mengitari ruangan dengan setengah telanjang, kemudian mendudukkannya di atas meja kayu. Menancapkan pisau ke meja berposisi di antara pahanya. Tetap, ada audience yang mencium, meraba tubuhnya sedemikian rupa. Seduce. Tapi sang artist tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa pasrah.
OMG, lalu setelah 6 jam berlangsung, apa yang kemudian terjadi?
Mengetahui waktu sudah habis, sang artist kawakan ini langsung bergerak. Sekretarisnya mendekat, membersihkan segala "kerusakan" di badannya. Coretan, mengenakan baju yang baru, mengusap sisa air mata di antara mata artis, handle luka sayatan, memberi minum. Mengetahui durasi 6 jam sudah berlalu dan objek yang tadi hanya bisa diam sekarang sudah bergerak, audience disana hanya bisa tertunduk, terutama orang orang yang tadi bertindak tak senonoh selama durasi art show, ada yang bubar, menyebar ke pojok pojok ruangan.
Seusai treatment singkat oleh sekretarisnya, dia berjalan ke sekeliling ruangan sebelum naik ke stage, terutama coba beradu pandang kepada dominan audience. Dominan mereka tidak berani menatap mata Marina Abramovic. Kemudian dia pun mulai berkicau, yang akhirnya ujarannya banyak dikutip di beberapa buku dan artikel kala itu.
"In the beginning the public was really very much playing with me,"
"It became more and more wild,"
"It was six hours of real horor,"
"They would cut my clothes, the would cut me with a knife close to my neck, drink my blood and put a plaster over the wound, they would carry me around half naked put me on the table and stab the knife between my legs in to the wood,"
"What i learned was that, if you leave it up to the audience, they can kill you, i felt really violated,"
Sumber picture slate.com
Kurang lebih seperti ini:
Pada awalnya publik berasa sedang "bermain-main" dengan saya dan mereka menikmatinya. Tapi beberapa waktu kemudian mereka menjadi agresif, menjadi lebih liar daripada sebelumnya. Saya merasakan 6 jam horor. Apa yang saya pelajari adalah, apabila kamu mengikhlaskan dirimu ke penonton yang dominan orang orang tidak dikenal, mereka bisa membunuhmu, saya merasakan sudah dilecehkan.
Hmmmm. Kasihan. Tapi untung dia engga mati ya, kalau misalkan pistolnya bener-bener meletup kan dia mati.
Kesimpulan?
Dia, kita, dan banyak orang lain yang menyimak pagelaran seni dia ini bisa belajar banyak hal, salah satunya bahwa ada kemungkinan dia bisa terbunuh bila dia menggantungkan hidupnya pada audiens yang notabene orang asing. Dia merasa sangat "dijahati" banyak orang.
Sekumpulan orang tersebut merasa pada momen itu tidak ada pembatas norma susila secara konsep sosial. Bebas melakukan apa saja dan tidak ada konsekuensi sama sekali, berbeda dengan kenyataan keseharian, bila melakukan pelanggaran hukum atau melakukan sesuatu yang asusila, tidak sesuai dengan kode etik norma, akan mendapat konsekuensi.
Sumber picture moma.org
Melakukan kejahatan kemanusiaan, cabul, melukai, semua kalau di dunia normal pasti akan ada konsekuensi entah itu penjara atau memang secara moril kemasyarakatan, tapi pada 6 jam horor ini benar-benar berbeda. Itulah mengapa apa itu dominan mereka menjadi agresif. Terlepas dari memang budaya di sana berbeda banget dengan budaya ketimuran kita ya. Tapi sama saja, kurang lebih aturan aturan norma sosial adalah pembatas, agar manusia tidak melakukan sesuatu yang berlebihan alias semaunya.
Bytheway, sang artist, Marina Abramovic benar benar kapok, tidak akan melakukan show art serupa lagi kapanpun dimanapun.
Sumber picture fool.com
Kita jadi sadar kan, dalam banyak segi ternyata peraturan-peraturan dibutuhkan dalam kehidupan kita. Semua demi untuk penghidupan yang lebih baik, baik segi personal maupun kemasyarakatan. Seperti agama pun demikian. Aturan-aturan tertentu dalam agama yang harus kita laksanakan dan patuhi. Tuhan yang nyuruh, agar kita bisa menjadi manusia yang lebih baik, sesuai kodrat penciptaan kita.
Terkadang atas nama seni, orang bisa melakukan sesuatu hal yang mungkin pada dasarnya perilaku atau hasil karyanya kurang lebih agak keluar dari "norma". Misalkan lukisan menggambarkan wanita yang telanjang. Dalam konsep sosial kemasyarakatan, kita bisa bilang itu adalah pornografi. Tapi karena dibalut atas nama seni, sematan pornografi tidak serta merta bisa langsung mencekal "obyek" tersebut.
Sebenarnya masih ada banyak juga sih, beberapa showart yang menggemparkan dunia seni. Salah satu yang paling parah ya kita ulas saat ini. mungkin dalam kesempatan lain saya akan menyajikan beberapa kegiatan seni lain yang tidak kalah mengagetkan.
Sekiranya itu yang ingin saya bahas kali ini. Pada kesempatan lain saya akan membahas topik-topik berbeda lagi. Semoga teman-teman mendapat manfaat dan wacana baru.
Oh iya, yang udah ketipu sama label 21+, sorry soalnya tadi mau nambahin foto yang nggak-nggak, tapi kelihatannya nggak sopan jadi nggak saya pasang. Hihihi.
See you!
Furqon643
Judul yang saya pasang di atas bukan sekedar isapan jempol, tidak hiperbolis juga. The Telegraph, memasukkannya menjadi salah satu dari 10 kegiatan seni yang mengguncang dunia (pada ulasan 10 Pieces of Modern Art that Shocked the World, tahun 2017). The Minds Journal juga menyematkannya sebagai salah satu kegiatan seni yang paling mengerikan, mengungkap sisi gelap kemanusiaan (pembahasan berjudul The Most Terrifying Work of Art in History Reveals The Dark Truth Of Humanity oleh editor Natalia Borecka).
Rhytm 0, sumber picture Behance.net
Emangnya siapa sih?
Sebelum saya memulai saya ajak kawan-kawan pembaca kembali ke tahun 1974, bertemu sama salah satu artis kelahiran Belgrade, Yugoslavia, percampuran darah Serbia dan Amerika pada tahun 1946, bernama Marina Abramovic. Karena banyak melakukan kegiatan show art yang fenomenal, salah satu penulis, Weidemann pada tahun 2008 menyematkan namanya menjadi salah satu pelaku performance art yang wajib dikenal dalam buku 50 Women Artists You Should Know. Title yang dipublikasikan oleh artis terkait "grandmother of performance art".
Udah tante-tante, sumber picture
broadsheet.com.au
Nama dan karya-karyanya memang layak dikenal. Dunia seni dominan mengenal namanya dengan baik. Selain fenomenal, memang karyanya banyak yang kontroversial, beberapa malah unexpected. Wajar sih. Karena arti sini lebih fokus ke "confronting pain, blood, and physical limits of the body", menjejali sederetan karya yang identik dengan rasa sakit, darah, dan memaksimalkan batas-batas fisik pada tubuh. Pernah dibahas kok oleh penulis Christina Demaria dalam bukunya The Performative Body of Marina Abramovic.
Waduh te.... Sumber picture theverge.com
Memangnya apa yang dia lakukan?
Saya ambil satu karyanya yang sempat bener-bener kontroversial di dunia seni. Show art menyeramkan ini, sekaligus social experiment, diberi nama Rhytm 0. Pengennya sih sosial eksperimen untuk melihat: how vulnerable and aggressive the human subject could be when hidden from social consequences, sesuai yang pernah diulas di European Journal of Women's Studies. Alias keinginan melihat sejauh mana agresifnya manusia jika mereka merasa tidak ada konsekuensi moral dan sosial dalam kehidupan.
Sumber picture primeirapedra.com
Kronologinya, sang artis berdiri diam di stage, sudah berdandan kali ya, dan memakai pakaian lengkap, durasi yang disetting selama 6 jam, dalam hall, mengundang banyak orang, baik orang asing stranger yang didominasi penikmat seni, juga orang umum, termasuk para wartawan di dalamnya.
Sumber picture Youtube.com
Rules nya, setiap orang yang datang di galeri art show, bisa melakukan apapun ke dia selama durasi 6 jam yang telah ditetapkan. Satu sisi, dia telah mempersiapkan pula MoU alias Memorandum of Understanding atau nota kesepahaman perjanjian dan kesepakatan agar apa saja yang terjadi nantinya adalah tanggung jawab penuh si artist. Jika nantinya terjadi sesuatu, tidak ada orang lain yang bisa disalahkan karena ada MoU ini. Semua karena kemauan Marina Abramovic sebagai performer. Intinya dia hanya memasang diri sebagai objek. Sebuah objek seni untuk tujuan seni, bentuk selain sebagai social experiment.
Serem gak dengarnya? bahkan ada kehilangan nyawa pun tidak ada yang bisa digugat karena sementara di dalam hall show art tersebut "tidak bisa dijangkau hukum".
Kok bicara tentang kehilangan nyawa?
Wajar saya menyinggungnya. Pertama, ada MoU yang membebaskan segala pengunjung bisa melakukan apa saja ke dia. Kedua, banyak yang datang ke show art tersebut, dan di dominasi oleh orang-orang asing selain para wartawan. Berarti banyak orang yang tidak dikenal artis terkait datang. Bukannya ini posisi yang berbahaya banget? Ketiga, sang artis kawakan ini mempersiapkan kurang lebih 72 barang, mulai barang yang aman hingga "unsafety". Dan dalam beberapa poin pada MoU awal, seluruh pengunjung bisa menggunakan beragam barang tersebut ke dia, jika ingin, atau bisa tetap menggunakan tangan kosong. Kurang lebih ada 72 barang sih. Dan ada barang-barang berbahayanya. Jadi bisa kehilangan nyawa dong.
Sumber picture pinterest.com
Barang apa sajakah itu?
Artis terkait mengkategorikan 72 barang tersebut menjadi tiga kategori. Barang-barang for pleasure, pain, and death. Kesenangan, rasa sakit, dan kematian.
Gambaran barang-barangnya, sumber picture pinterest.com
Barang safety seperti bulu, madu, cake cokelat, spidol, pensil, bunga mawar, minyak zaitun, plester luka, hingga barang unsafety seperti pisau bedah, cambuk, pistol genggam, peluru, rantai, gunting.
Disiapkan meja sih, kemudian 72 macam perangkat tersebut di taruh di atasnya. Sekalian ada papan kecil, sebagai pengingat peraturan yang sudah ditetapkan sang artis, tulisannya
Performance. I am the object. During this period i take full responbility.
Duration: six hours.
Ini adalah pertunjukan seni saya. Saya adalah objek. Lakukan apapun, saya yang akan bertanggung jawab penuh. Durasi yang saya siapkan selama 6 jam. Mulai jam 8 malam sampai jam 2 dini hari berarti.
Sumber picture rheinpfalz.de
Wow, mengingat tidak ada konsekuensi sama sekali, apa saja yang terjadi?
Pada awalnya wartawan yang berani mendekat. Memfoto, mendekat, tanpa berani berbuat lebih jauh. Sesaat kemudian, beberapa orang mulai mendekat. Mengubah posisi tangan dan jemari sang artist, menempatkan bunga di tangannya. Ada yang menyuapi dia dengan cake coklat.
Sesuai kesepakatan awal, dia ikhlas menerima berbagai perilaku tersebut, tetap diam, karena dia memang memposisikan diri sebagai objek. Lalu, seperti ekspektasi, ada yang mulai mencium dia. Hahahaha. Tapi jangan mikir yang enggak-enggak dulu. Kalau mencium jidat kan di kultur negara sana sebagai penghormatan kali ya. Tapi kalau bibir ya, mungkin selagi ada kesempatan.
Melihatnya kasihan, sumber picture Vimeo.com
Ada orang asing yang meraba raba badannya. Seseorang mengambil gunting, mulai memotong bajunya sedikit demi sedikit. Orang lain mengambil alat yang sama, menggunting bagian lain bajunya. Akhirnya beberapa orang berhasil membuat dia setengah telanjang gara gara kreatifitas menggunting kain. Topless, tidak ada baju yang melekat.
Yang foto lagi tidak pakai baju enggak sopan jadi enggak saya pasang ya, sumber picture unbelievable-facts.com
Beberapa menulisi kepala dan tubuh bagian atas sang artist dengan kata kata iseng. Ada stranger mengambil silet. Melukai lehernya, lalu meminum darah yang menetes dari lehernya. Setelah puas, melekatkan plester luka di sobekan kulit di leher sang wanita. Kemudian audience lain mengambil handgun alias pistol, mengisinya dengan peluru, menggenggamkan pistol, mengarahkannya ke lehernya. Sambil mengarahkan jari telunjuk sang artis menempel di pelatuk senjata. Disusul kemudian orang asing lain, mendekat, mengarahkan pistol menjauh dari lehernya.
Sumber picture underground-england.co.uk
Satu dua orang menuntunnya untuk berjalan mengitari ruangan dengan setengah telanjang, kemudian mendudukkannya di atas meja kayu. Menancapkan pisau ke meja berposisi di antara pahanya. Tetap, ada audience yang mencium, meraba tubuhnya sedemikian rupa. Seduce. Tapi sang artist tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa pasrah.
OMG, lalu setelah 6 jam berlangsung, apa yang kemudian terjadi?
Mengetahui waktu sudah habis, sang artist kawakan ini langsung bergerak. Sekretarisnya mendekat, membersihkan segala "kerusakan" di badannya. Coretan, mengenakan baju yang baru, mengusap sisa air mata di antara mata artis, handle luka sayatan, memberi minum. Mengetahui durasi 6 jam sudah berlalu dan objek yang tadi hanya bisa diam sekarang sudah bergerak, audience disana hanya bisa tertunduk, terutama orang orang yang tadi bertindak tak senonoh selama durasi art show, ada yang bubar, menyebar ke pojok pojok ruangan.
Seusai treatment singkat oleh sekretarisnya, dia berjalan ke sekeliling ruangan sebelum naik ke stage, terutama coba beradu pandang kepada dominan audience. Dominan mereka tidak berani menatap mata Marina Abramovic. Kemudian dia pun mulai berkicau, yang akhirnya ujarannya banyak dikutip di beberapa buku dan artikel kala itu.
"In the beginning the public was really very much playing with me,"
"It became more and more wild,"
"It was six hours of real horor,"
"They would cut my clothes, the would cut me with a knife close to my neck, drink my blood and put a plaster over the wound, they would carry me around half naked put me on the table and stab the knife between my legs in to the wood,"
"What i learned was that, if you leave it up to the audience, they can kill you, i felt really violated,"
Sumber picture slate.com
Kurang lebih seperti ini:
Pada awalnya publik berasa sedang "bermain-main" dengan saya dan mereka menikmatinya. Tapi beberapa waktu kemudian mereka menjadi agresif, menjadi lebih liar daripada sebelumnya. Saya merasakan 6 jam horor. Apa yang saya pelajari adalah, apabila kamu mengikhlaskan dirimu ke penonton yang dominan orang orang tidak dikenal, mereka bisa membunuhmu, saya merasakan sudah dilecehkan.
Hmmmm. Kasihan. Tapi untung dia engga mati ya, kalau misalkan pistolnya bener-bener meletup kan dia mati.
Kesimpulan?
Dia, kita, dan banyak orang lain yang menyimak pagelaran seni dia ini bisa belajar banyak hal, salah satunya bahwa ada kemungkinan dia bisa terbunuh bila dia menggantungkan hidupnya pada audiens yang notabene orang asing. Dia merasa sangat "dijahati" banyak orang.
Sekumpulan orang tersebut merasa pada momen itu tidak ada pembatas norma susila secara konsep sosial. Bebas melakukan apa saja dan tidak ada konsekuensi sama sekali, berbeda dengan kenyataan keseharian, bila melakukan pelanggaran hukum atau melakukan sesuatu yang asusila, tidak sesuai dengan kode etik norma, akan mendapat konsekuensi.
Sumber picture moma.org
Melakukan kejahatan kemanusiaan, cabul, melukai, semua kalau di dunia normal pasti akan ada konsekuensi entah itu penjara atau memang secara moril kemasyarakatan, tapi pada 6 jam horor ini benar-benar berbeda. Itulah mengapa apa itu dominan mereka menjadi agresif. Terlepas dari memang budaya di sana berbeda banget dengan budaya ketimuran kita ya. Tapi sama saja, kurang lebih aturan aturan norma sosial adalah pembatas, agar manusia tidak melakukan sesuatu yang berlebihan alias semaunya.
Bytheway, sang artist, Marina Abramovic benar benar kapok, tidak akan melakukan show art serupa lagi kapanpun dimanapun.
Sumber picture fool.com
Kita jadi sadar kan, dalam banyak segi ternyata peraturan-peraturan dibutuhkan dalam kehidupan kita. Semua demi untuk penghidupan yang lebih baik, baik segi personal maupun kemasyarakatan. Seperti agama pun demikian. Aturan-aturan tertentu dalam agama yang harus kita laksanakan dan patuhi. Tuhan yang nyuruh, agar kita bisa menjadi manusia yang lebih baik, sesuai kodrat penciptaan kita.
Terkadang atas nama seni, orang bisa melakukan sesuatu hal yang mungkin pada dasarnya perilaku atau hasil karyanya kurang lebih agak keluar dari "norma". Misalkan lukisan menggambarkan wanita yang telanjang. Dalam konsep sosial kemasyarakatan, kita bisa bilang itu adalah pornografi. Tapi karena dibalut atas nama seni, sematan pornografi tidak serta merta bisa langsung mencekal "obyek" tersebut.
Sebenarnya masih ada banyak juga sih, beberapa showart yang menggemparkan dunia seni. Salah satu yang paling parah ya kita ulas saat ini. mungkin dalam kesempatan lain saya akan menyajikan beberapa kegiatan seni lain yang tidak kalah mengagetkan.
Sekiranya itu yang ingin saya bahas kali ini. Pada kesempatan lain saya akan membahas topik-topik berbeda lagi. Semoga teman-teman mendapat manfaat dan wacana baru.
Oh iya, yang udah ketipu sama label 21+, sorry soalnya tadi mau nambahin foto yang nggak-nggak, tapi kelihatannya nggak sopan jadi nggak saya pasang. Hihihi.
See you!
Furqon643