Crosshijaber bener-bener fenomena crossdressing era milenial.
Pertama kali melihat dan mendengar fenomena ini kaget banget. Sebagai laki-laki, saya langsung shock, iya. Gimana bisa simbol wanita yang mengabdikan diri ke Tuhan dirusak stereotip nya oleh beberapa lelaki tulen?
Kalau di dunia barat, fenomena ketika jenis kelamin tertentu memutuskan untuk memakai pakaian dan aksesoris kontra gender, beken dan eksis di istilahkan dengan crossdressing. Secara definitif, pada dunia psikologi barat diistilahkan the act of wearing clothing commonly associated with another gender within a particular society (psychology Wikipedia). Secara simpel bisa dijabarkan, yaitu aksi menggunakan baju kontra dengan gender subjek terkait.
Guys sebenarnya norma sosial sudah terbentuk dan terjustifikasi oleh komunitas, secara tidak langsung menjadi ketetapan ada di lingkup kode etik "normal". Contoh sederhana seperti wanita pakai rok, jilbab, anting-anting. Dan sebaliknya laki-laki juga dianggap normal, karena terbentuknya justifikasi yang saya katakan oleh komunitas, bila ia bertingkah laku seperti laki-laki pada umumnya, begitu pula pada segi performance, baik busana seperti pemakaian celana peci sarung. Melakukan sesuatu perilaku yang memang keluar dari parameter justifikasi komunitas maka dianggap abnormal. Saya beri contoh sederhana sekali lagi, lelaki yang memakai rok, lelaki yang memakai jilbab, karena rok dan jilbab identik dengan gender wanita. So it's clearly abnormal isn't it?
Dunia psikologi modern juga mengaitkan crossdressing dengan kemungkinan-kemungkinan negatif. Lebih ke penyimpangan, dalam segi orientasi seksual, seperti transgender, sexual fetishist, dan homosexual behavior. Tapi sekali lagi para ahli psikologi masih membuka tabir "progress sebab akibat", yang dalam skemanya tidak melulu pelaku crossdressing adalah orang-orang yang terindikasi penyimpangan terkait.
Pada kali ini saya ingin membuka beberapa opsional, mungkin cenderung ke faktor reason, secara kacamata pribadi. Tentu saya masih memasukkan poin-poin yang emang beberapa peneliti psikologi menduga beberapa faktor tersebut yang menjadikan habit subjek pelaku crossdressing. Saya tekankan juga untuk mengajak para pembaca mengembangkan lagi kemungkinan-kemungkinan yang bisa ditelaah lebih lanjut berangkat dari point terkait.
• Comfort
Ada titik kenyamanan tentunya bagi para pelaku crosshijaber. Bagaimana tidak nyaman, dia sebagai subjek yang notabene tulen laki-laki, mempunyai baju dan barang-barang yang yang secara normal dimiliki oleh laki-laki, kemudian pada satu titik momen tertentu, dia mengalokasikan dana yang dia punyai untuk membeli beberapa peran pendukung dalam melakukan crossdressing.
Uang sakunya dibuat beli kerudung, baju gamis, tas model wanita, sandal dan sepatu model wanita pula, beli cermin kecil juga mungkin untuk disimpan di tas, bisa juga dibela-belain membeli dompet yang memang feminin banget, dan berbagai macam barang lain sebagai pendukung hobi barunya yang nyeleneh itu.
Ketika seseorang mau, secara ikhlas, dibela-belain melakukan pembelian demikian padahal ada pengorbanan berupa uang yang berkurang, berarti dia merasa nyaman di titik sebagai crosshijaber.
• Style
Beberapa bisa jadi menganggap ini hanya sebagai style, sebuah mode, masih berhubungan dengan faktor comfort diatas. Kenapa bisa dianggap sebagai style mungkin disisi mindset dia, ada interest tersendiri alias daya tarik pada niqab. Tapi emang cara pelampiasannya salah.
• Fetish
Yaitu menyukai atau mencintai secara berlebih sesuatu simbol, bukan sekedar manusia biasa seperti mencintai lawan jenis, namun bisa juga mencintai sesuatu yang objektif tak hidup. Misalnya, mencintai dirinya sendiri yang yang mirip wanita atau mencintai berlebih dirinya sendiri ketika dia (yaitu lelaki tulen) melakukan performance seperti wanita. Dalam psikologi modern disebut autogynephilia.
Untuk subjek cross hijaber yang memang ada indikasi seperti ini sepertinya butuh treatment segera.
• Challenge (Norm)
Dia ingin menantang norma yang sudah berlaku. Padahal konstruksi norma dan sudah dijustifikasi komunitas. Dalam hal ini masyarakat pada umumnya. Masih berhubungan dengan point style di atas, dan ada benang merah yang tersimpul, kemungkinan beberapa subject perilaku ini berkeyakinan bahwa ini era milenial, zaman bebas dan zaman freestyle, merdeka dan hak hak asasi bebas dalam melakukan apa saja.
• Disguise
Niqab ini digunakan sebagai alat penyamaran. Kalau menurut saya di faktor ini jahat banget yang dilakukannya. Sekarang coba pikir, berbusana seperti ini kan kewajiban bagi wanita untuk menutup aurat dan itu diperintahkan oleh Tuhan bagi yang beragama muslim. Tapi subjek jenis ini memanfaatkan "simbol pengabdian ke Tuhan" (di sisi wanita tulen) tersebut.
Ada beberapa kemungkinan misalkan karena dia berorientasi seksual pada kodratnya laki-laki, cuman memang dia mengambil kesempatan agar bisa dekat dengan wanita, dengan tujuan berbagai macam. Bagi subyek memang lelaki normal (dan heteroseksual alias masih suka wanita) cuman ingin kesempatan mendekat wanita dengan tingkat kedekatan tertentu. Bayangkan saja access private yang bisa dimasukin subjek pelaku ini. Bisa masuk masjid di shaf wanita, bahkan hingga bisa masuk ke kamar mandi wanita dan tanpa dicurigai yang lain.
Atau kemungkinan kalau memang dia benar-benar ada penyimpangan homoseksual, niqab adalah salah satu cara aman untuk mendekati wanita yang mana dianggap "sama jenis" dengan dia. Dia dan wanita yang dia dekati sama-sama menyukai pria, eksplisit nya gitu.
Paling parah, niqob dipakai untuk menyamarkan jati dirinya karena dia mau melakukan kejahatan. Seperti pencurian. Ya sebenarnya menyamar lalu bisa masuk ke tempat-tempat private wanita itu sudah kejahatan sih. Kejahatan seduce, cabul, pelecehan seksual.
Sekarang bayangkan wanita di dalam kamar mandi atau di shaf khusus wanita di masjid dan mushola. mereka berpikir di sekitaran dia itu sama-sama jenis kelamin wanita, lalu mereka melakukan ganti kerudung atau jika di kamar mandi mungkin ganti baju, dan aurat mereka yang mana mereka lindungi banget dari jenis kelamin lawan ternyata dinikmati secara visual oleh laki-laki crosshijaber yang masih berorientasi seksual heteroseksual, alias masih suka wanita. Bukannya ini sebagai bentuk kejahatan seperti pelecehan seksual?
Kalau pada bidang pernah kita dapatin di beberapa berita mengenai dukun cabul. Lelaki tak bertanggung jawab memakai title dukun (padahal beberapa tidak mempunyai kompetensi keilmuan di dalamnya) hanya untuk bisa melakukan kejahatan seksual ke lawan jenis.
• Escape
Lebih kepada lari dari kenyataan. Kemungkinan seperti ini kan possible aja. Misalkan sebagai lelaki tulen dia banyak kena bully teman-temannya, akhirnya pada momen tertentu dia melakukan aksi crossdressing ini.
Mungkin lupa ya, bahwa segala ujian yang terjadi di dunia ini ini memang diturunkan Tuhan kepada kita sebagai pembelajaran, proses untuk membentuk kita bagaimana usia agar bisa jadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya. Memang naluri manusia melakukan proses escape, pada momen tertentu sebagai pengusir kejenuhan atau refreshing, cuman alangkah baiknya momen ini masih dalam koridor norma etika.
Sumber picture numberoneescaperoom
• Anxiety
Masih berhubungan dengan poin sebelumnya, faktor anxiety atau kecemasan berlebih ini masih ada benang merah pula dengan faktor escape. Para subject perilaku menyimpang yang berangkat dari sebab-sebab anxiety yang berujung escape-lari (sementara) dari kenyataan berarti titik utama ya ada plot permasalahan hidupnya, entah apa, sehingga menimbulkan traumatic tersendiri, level kecemasan yang benar-benar perlu diterapi, agar dia bisa melampiaskannya ke berbagai hal yang positif, bukan dengan perilaku yang seperti ini.
• Play roles written for members of the opposite sex
Hanya ingin fun aja sih, merasakan bagaimana berinteraksi dan ada atmosfer dunia wanita, yang tidak bisa didapat ketika dia di performance normal sebagai laki-laki tulen, hanya bisa didapat saat dia melakukan crossdressing atau keadaan dianggap sesama wanita (oleh sesama wanita tulen).
Dalam beberapa kasus yang diungkap oleh psychology Wiki, pelaku crossdressing di barat sana ada beberapa yang mengambil kesempatan ini sebagai aksi teach, mengajarkan the right manner yang musti dilakukan oleh wanita-wanita tulen. Contohnya nya secara tidak langsung menunjukkan cara berperilaku yang seharusnya dimiliki oleh wanita, seperti bergaya anggun, tumpukan badan ketika melewati orang, gaya jalan, cara makan, maupun manner keseharian tertentu. Itu sengaja dia lakukan, dengan sugesti untuk memberi contoh. Apa mungkin dia pikir cewek-cewek itu tomboy semua ya.
Sumber picture Google
• Shock others
Manusia biasa pada umur mempunyai naluri memenuhi kebutuhan berupa aktualisasi diri. Pada beberapa subjek pelaku bisa aja kemungkinan di faktor ini. Dan aktualisasinya menakjubkan, dia melakukannya untuk membuat orang lain tercengang. Seperti berperilaku di luar etik demi viral.
• Comic effect onstage and onscreen
Hampir sama seperti poin sebelumnya, cuman disini lebih kepada sugesti diri sebagai tokoh protagonis, dimana kehidupan nyata adalah panggung milik dia. Merasa sebagai tokoh utama, dia merasa mempunyai hak untuk melakukan apapun yang dia suka, dan etika norma yang telah terbentuk di masyarakat sebagai kode etik hanya sekedar alur fluktuasi emosional penonton di mana plot, tragedi, yang biasa ada selama pertunjukan berlangsung.
---------------------------
Saya ingin mengutip apa yang dikatakan oleh Paul Parkin, salah satu konselor di Inggris yang memang mempunyai experience dalam hal fenomena sosial. Pada kasus crossdressing, dia pernah mengatakan,
"It is important that you approach this very carefully, as much as possible, don’t allow your emotions to influence your judgement,"
Senada dengan yang beliau katakan, memang kita dituntut untuk menghandle perkara ini dengan hati-hati. Justifikasi pun juga ada caranya untuk dikatakan. Intinya cuman tidak terburu-buru. Karena suatu perilaku itu ada sebabnya sendiri. Kita memang hanya mengandalkan emosi, sumber yang menyebabkan dia demikian, bisa-bisa malah tidak tersentuh dalam proses treatment psikis dia.
Solusi yang paling baik adalah komunikasi. Memang secara adat ketimuran, apa apa yang dia lakukan itu salah, apalagi memakai simbol agama yang notabene merupakan simbol agamis sebagai pengabdian para wanita ke perintah Tuhan. Pelecehan simbol agama iya. Cuma kalau kita ingin menyembuhkan seseorang dari suatu penyakit kejiwaan, atau penyakit psikologi, kita membutuhkan momentum bicara dari hati ke hati kan, seperti yang dilakukan para psikiater di televisi dan di rumah sakit terhadap para pasiennya.
Namun di sini saya mengecualikan subjek-subjek yang memang dia heteroseksual alias memang masih menyukai wanita tapi pakai simbol crossdressing niqab untuk melancarkan kejahatan, dan dia benar-benar sadar bahwa yang dia lakukan adalah kejahatan.
Dalam kacamata agama, karena niqab identik dengan agama Islam, hukumnya sudah jelas.
Laki-laki tidaklah seperti perempuan. [Qur'an surah Ali Imrân/3: 36]
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [Hadits Riwayat Al-Bukhâri, no. 5885; Abu Dawud, no. 4097; Tirmidzi, no. 2991]
Kalau kebetulan menemukan personal dengan fenomena seperti ini, ada baiknya serahkan ke pihak yang berwajib atau berwenang. Bisa ke kantor polisi, atau ke psikiater jika memang ada link langsung menghubungi ahli psikis. Bisa juga diantar ke ke orang yang paham agama islam, ustadz kyai dan lain-lain. Harapannya kita bisa merubah orang menjadi lebih baik, tidak hanya justifikasi kemudian main fisik. Karena saya yakin, setiap orang melakukan sesuatu itu ada sebab nya sendiri.
Semoga wacana singkat ini bermanfaat, jika memang dirasa berguna silakan dishare.
FURQON643
0 komentar:
Posting Komentar