Halo kawan-kawan semua, jumpa lagi dengan saya, Kaskuser paling aneh sepanjang sejarah platform ini berdiri!
Topik yang saya bahas kali ini masih tentang games, tapi sesuai judul, pada kesempatan ini saya ingin bahas beberapa poin dalam konotasi negatif. Gantian dong, kemarin kan sempat bahas dalam konotasi positif, biar imbang gitu maksudnya.
Hayo loh, susah selepas dari kebiasaannya main game yang berlebihan, sumber picture giving.massgeneral.org
Siapa sih yang enggak senang main video game? Kalau dulu sih, zaman saya masih di dalam perut ibu, dan lanjut masa kecil saya, jika ingin melakukan akses ke games itu harus ada biaya lumayan.
Beda banget dengan sekarang. Games bisa diakses dari banyak perangkat, bahkan sampai perangkat mobile, kalau dulu paling murah game watch, tapi pada umumnya konsol video game, dan komputer.
Teman-teman pasti tahu kan apa itu WHO? Iya memang benar itu bahasa Inggris dari "siapa", tapi yang saya maksud disini adalah World Health Organization guys, organisasi kesehatan dunia, salah satu komponen dari PBB perserikatan bangsa-bangsa, dimana dia punya markas sementara di Jenewa, Swiss.
Ini lambangnya, sumber picture ecomil.com
Apa hubungannya sama topik kita kali ini? Ada hubungannya, yaitu organisasi dunia terkait pernah mengaminkan bahwa kecenderungan atau ketergantungan terhadap game pada seseorang orang itu merupakan penyakit mental! Terbukti organisasi ini memasukkan ketergantungan pada International Classification of Diseases (ICD-11), dengan sebutan gaming disorder.
Tapi dalam kondisi kondisi tertentu, tidak semua gamers dikategorikan mempunyai ketergantungan terhadap game atau sedang dalam "gaming disorder", namun ketika ada ciri-ciri tertentu, termasuk kriteria tersebut. WHO menyebutkan beberapa kriteria,
Impaired control over gaming, increasing priority given to gaming over other activities to the extent that gaming takes precedence over other interests and daily activities, and continuation or escalation of gaming despite the occurrence of negative consequences.
Nanti saya masukkan beberapa poin tersebut ke penjelasan yang akan saya ulas sebentar lagi. Jadi yang kesusahan mengartikan kosakata Inggris di atas, jangan galau ya, simak ulasan saya di bawah ini satu persatu.
Wehhhh, sumber picture techcrunch.com
Eh eh, jangan buru-buru memasukkan kebiasaan anda bermain game sebagai gaming disorder loh ya, atau spontanitas Anda sedih karena mengategorikan Anda sendiri sebagai orang yang sedang kecanduan game.
Bisa iya bisa enggak (meskipun saya berharap para pembaca ini pada enggak) karena WHO pun memprediksi bahwa meskipun jutaan milyaran orang sekarang pada bermain game, namun individu yang terjerumus kepada kecenderungan mental illness "game addicted" ini hanya 3% hingga 4% saja dari keseluruhan pengguna games.
Simak saja poin-poinnya, tentu sejauh pengetahuan dan kapasitas berpikir saya, karena saya seorang gamers juga.
Preoccupation
Cambridge dictionary menyebut arti kata diatas sebagai an idea or subject that someone thinks about most of the time. Beberapa pakar sepakat, maksudnya adalah seperti most of your time yang kita pikirin hanya tentang game.
Game melulu pikirannya, sumber picture theconversation.com
Mau makan ke ingatan level, waktu mandi fokus pikiran ke push rank game, saat belajar di sekolah, sedang berkuliah, selama mengerjakan pekerjaan kantor, rasanya nggak sabar ingin menjamah konsul atau handphone untuk bermain game, selalu teringat secara history apa apa yang sudah dilakukan di games, dan memikirkan segala sesuatu yang akan dilakukan nantinya di level game selanjutnya, intinya pikiran ke game mulu, dan terfikir melulu di hampir segala aktivitas keseharian lainnya. Hati-hati kalau tanda-tanda seperti ini terjadi di kita.
Dr. Nicholas Kardaras di dalam New York Post pernah menulis sebuah artikel dan menjadi headline utama pada hari terkait peluncuran koran tersebut berjudul It's Digital Heroin: How Screens Turn Kids Into Psychotic Junkies, di sana banyak deretan kalimat-kalimat kontroversial seperti "We now know that those iPads, smartphones and Xboxes are a form of digital drug".
Ya memang seperti drugs kan? Karena pada beberapa individu kurang lebih merasakan seperti yang sudah saya bilang, setiap aktivitasnya dia mostly kepikiran games.
Sumber picture addictions.com
Patrick Markey dan Christopher Ferguson, peneliti game dari barat sono, sepertinya ikut mengamini artikel terkait karena pernah mengatakan yang senada, intinya saat bermain game itu memproduksi suatu zat yang bernama dopamin, ketika zat ini keluar, yang ada si orang akan merasakan rileks, rasa senang nyaman enak, seperti saat menggunakan drugs. Meski sebagian pakar menyebut produksi dopamin pada otak individu yang bermain game ini sebagai salah satu manfaat positif yang didapat gamers.
Artikel saya pada kesempatan lalu mengulas beberapa poin manfaat bermain game, coba kepoin di sini.
Coba direnungi guys, kalian sampai taraf ini nggak? Mudah-mudahan nggak. Ayo kita lanjut ke poin lain.
Heavily immersed
Artinya terbenam begitu dalam, terjerumus begitu dalam, selain masih berkaitan dengan poin pertama, karena saking menyatunya dia dengan game kemudian kebanyakan waktu selalu terpikirkan game, tapi di sini bisa juga termasuk mengaitkan banyak momen di dunia nyata, di sejajarkan dengan fenomena di dalam games. Hal ini pernah dikatakan oleh American Psychiatric Association, terkait beberapa ciri orang yang terkena penyakit kecanduan alias gaming disorder.
Ini realita atau lagi di game? Lagi di dalam game ya tapi berasa realita? Sumber picture meliorgames.com
Dikit-dikit mengaitkan sesuatu fenomena keseharian dengan game. Selalu kepikiran game mulu di tiap aktivitas.
Ini orang yang nyebelin banget, pengen aku tembak kepalanya (kecanduan game shooter)
Aduhh mobil aku lambat banget, apa aku zigzag aja ya deretan mobil kanan kiri ini, biar aku bisa jadi juara 1 terus dapat reward ribuan dollar (kecanduan game balap)
Ane lagi ngejar waktu, apa mobil merah yang diparkir itu aja ya aku pakai buat ke bandara, (kecanduan game GTA)
Ini dosen lama amat sih ngomong kesana kemari, harusnya aku udah pushrank, aku pengen kejar ranking 1, padahal semalam masih level 5931, nanti enggak usah makan siang, kalau perlu tidur aja di kampus biar dapat wi-fi sampai besok pagi, siapa tahu dapat level lumayan ini nanti item gratisannya, by the way ini di ruangan kuliah si Andre seperti rambutnya Eddie di Tekken, ama si Toni bajunya kek yang aku punya di item PUBG, si Sarah sepatunya kaya Sonya Mortal Kombat (busyet dah)
Cost large amount of time
Peter Gray Ph.D, salah seorang pakar psikologi sekaligus penulis negara seberang, secara gamblang dan berimbang, membahas dalam beberapa kesempatan aneka manfaat positif bermain game bagi individu (sedikit saya bahas di sini) tapi juga beberapa akibat negatif jika terlalu addicted.
Sumber picture getorganizedwizard.com
Salah satu faktor pembeda gamers yang kecanduan dan tidak, meski faktor ini sempat menjadi perdebatan para expert, adalah akumulasi waktu yang dibutuhkan saat bermain. Beberapa penelitian mengiyakan bahwa orang yang kecanduan game lebih banyak banget menggunakan dominan waktunya untuk bermain game daripada aktivitas lain.
Menghabiskan waktu hanya 1 atau 2 jam dalam sehari semalam bermain game? Saya rasa itu masih normal ya. Entah lagi kalau dia menghabiskan 6 sampai 8 atau hingga 10 jam perhari, dan rutin, nggak bisa nggak, harus, mau nggak mau, dikorbankan agenda lain, untuk bermain game. Wow pakai banget. Amazing.
Tapi sekali lagi masih perdebatan sih untuk jumlah jam yang terpakai dalam sehari semalam. Cuma secara logika makin banyak berarti makin ada indikasi di faktor ini. Apa lagi akumulasi waktu yang over, abnormal.
Restless
Seperti drugs, si individu bahkan sampai mencapai level gelisah, galau, lemes, nggak mood, sedih pakai banget, kalau dalam sehari semalam atau dalam beberapa jam saja dia tidak menengok alias mengakses game. Ini dia nih yang level ditakutkan oleh WHO dan para pemerhati topik terkait. Tapi timbul pertanyaan di dalam hati saya, kok bisa ya?
Sumber picture thehill.com
Tapi emang kenyataannya gitu. Banyak hasil penelitian yang menyatakan demikian, ada personal personal tertentu diluaran sana sampai pada level ini. Salah satu pakar barat mengatakan, untuk individu tertentu sampai mengalami yang namanya irritability.
Timothy J. Legg Ph.D, psikolog juga, menyebut irritability ilmu psikologi adalah when a person feels irritable, small things that would not usually bother them can make them feel annoyed or agitated, dalam artian ketika seseorang tidak main game akan merasakan terganggu, kemudian secara emosional dia marah, karena sifat ini identik dengan emosional marah. Wow.
Sumber picture linkedin.com
Need increasing amount
Masih senada sih, seperti keterbutuhan untuk menghabiskan banyak waktu perhari dalam bermain game yang sudah saya ulas sedih salah satu poin di atas, tapi di sini lebih pada kebutuhan urgent untuk meningkatkan lagi waktu yang dibutuhkan per hari dalam bermain game.
Biasa, terpaku pada pushrank, atau peningkatan ranking urutan prestasi dia di game secara global, kedua karena memang bener-bener udah ketergantungan alias kecanduan, ketiga lebih keras saya penasaran untuk beranjak ke level game yang selanjutnya. Banyak faktor sih nanti bisa dilebarkan sendiri secara manual oleh pembaca tapi intinya begitu adanya.
Sumber picture pinterest.com
Loss (interest) previous (various) hobby
Kalau sebelumnya banyak hobi yang dilakukan, atau hanya satu atau dua hobi yang bener-bener sering dilakukan, kemudian setelah konsen bermain game, hobi-hobi yang dulunya dilakukan sudah sangat jarang bahkan tidak pernah dijamah, di dalam hati sudah kehilangan ketertarikan sama sekali terhadap hobi-hobi lama.
Dulunya suka main basket atau main bola tiap sore di lapangan, hampir setiap sore, tapi setelah konsen bermain game dengan waktu yang banyak banget dihabiskan, bermain basket dan bermain bola sudah tidak pernah dilakukan lagi, di dalam hatinya sudah tidak tertarik, hanya tertarik pada game.
Udah males ngelakuin hobi yang kemarin-kemarin, Sumber picture medicalxpress.com
Social concept
Bisa jadi mulai "kehilangan" teman dan sahabat lama yang selama ini sering bersama. Atau pihak keluarga, tapi kehilangan tanda petik, sejatinya mereka ada, cuman sudah banyak moment tidak meluangkan waktu bersama, bahkan untuk sekedar komunikasi. Make a sense, karena banyak waktunya yang dihabiskan hanya untuk bermain game.
Kemungkinan dia juga sadar akan apa yang terjadi di segi sosial dirinya, cuman dia cuek, dan tetap bermain game.
Escaping tools
Individu meyakini dan mempunyai sisi pandang ketergantungan maksimum terhadap game sehingga dalam banyak kesempatan momentum kehidupan, menggunakannya sebagai "alat" melarikan diri, dan dianggap satu-satunya obyek yang tepat saat bad mood, sedih, gelisah, sendiri, gundah gulana, merasa bersalah, serta sederet negative mood lainnya.
Sumber picture polygon.com
Bedanya dengan orang normal, kalau terjadi negatif mood, mereka masih menempatkan faktor-faktor sosial seperti adanya keluarga dan teman untuk sekedar bertukar cerita atau meminta pendapat. Kalau individu yang addicted games, hanya permainan digital satu-satunya jalan. Jangan-jangan ntar suatu hari kalau dia parah banget, waktunya nikah pengennya nikah sama game? Enggak ah... Nggak sampai parah kaya gitu.
Tolerance
Namanya kecanduan, dia ingin selalu bermain game, cenderung ingin meningkatkan level ke level yang lebih menantang, mencari game lain yang lebih seru, ketika sudah dapat game baru ingin segera menyelesaikan kemudian beranjak ke game lain yang lebih menantang, dan terus seperti itu, ingin mencapai level yang lebih tinggi dan meningkat lagi, karena ingin mendapat kesenangan yang minimal sama seperti sebelumnya, bahkan ingin kenikmatan yang yang lebih lagi daripada yang lalu.
Sumber picture news.sky.com
Appearence some/more "new" problem
Coba amati sekitaran, baik secara konsep sosial, maupun kesehatan pribadi. Bila intensitas bermain game yang meningkat, over time yang saya maksud, kemudian dalam waktu waktu tersebut timbulnya masalah-masalah baru, baik kita yang sakit-sakitan karena kurang tidur, kehilangan sahabat dan teman yang saya singgung di atas tadi pada salah satu poin, masalah di prestasi sekolah, perkuliahan, maupun segi karir, penurunan prestasi maupun miss lainnya, berarti kita patut hati-hati karena intensitas bermain game kita yang meninggi ternyata sudah memakan korban di aspek lain.
Sumber picture cdlinsight.co.nz
Tanda-tanda ketergantungan game nih. Perlu disadari segera, direnungkan segala akibat plus minus, lalu diperbaiki segera dengan mengatur ulang manajemen kehidupan kita.
Begitulah 10 tanda orang bisa dikategorikan termasuk sedang yang mengalami ketergantungan terhadap games. Tapi tetap, beberapa poin yang diulas masih dalam perdebatan para expert, meskipun banyak diantaranya mendapat benang merah di beberapa poin.
Ada banyak solusi untuk untuk mengurangi atau menghilangkan ketergantungan terhadap games. Tapi paling umum, biasanya individu menargetkan waktu dalam bermain. Sifat dasarnya memang entertainment, kalau memang sudah menikmati, dan merasa comfort, seringkali susah berhenti. Pembatasan waktu lah jawabannya.
Bisa juga melakukan perilaku-perilaku yang sejatinya membatasi akses. Logikanya seperti wanita yang berusaha diet, menjauhkan diri dari makanan makanan manis, jajan berlemak, makanan dan minuman yang terindikasi junk food, dan berbagai hal penggoda diet lainnya. Sama juga seperti alcoholic yang berusaha berhenti minum, menjauhkan diri dari pub, cafe, dunia malam, bahkan menjaga jarak dengan teman-teman yang mempunyai kecenderungan sama, yaitu meminum minuman keras.
Sumber picture 123rf.com
Bagaimana caranya? Kalau memang merasa ada efek-efek negatif atau perilaku yang kecenderungan seperti bahasan kita di atas, bisa dengan menyimpan konsol video game di lemari, tidak terpampang di ruang tamu di depan TV, atau uninstall sementara beberapa game dari handphone. Bisa jadi uninstall game online, diganti dengan game yang lebih simpel seperti game offline. Karena seringkali game online itu diharuskan fokus, tidak bisa ditinggalkan sewaktu-waktu.
Seperti game perang yang online secara tim, ketika kita sedang perang ya fokus saling bahu-membahu antara teman, bisa jadi selama kita bermain kemudian tiba-tiba orang tua kita menyuruh kita untuk membeli sesuatu di luar, adanya kita emosi, atau rasa tidak enak meninggalkan game karena sedang bekerja sama antara tim. Banyak cara yang bisa dilakukan semua tergantung pribadi masing-masing.
Solusi terakhir bisa memakai social support. Dengan menyadarkan diri bahwa dunia sosial itu menarik, berkomunikasi intens, saling berbagi, saling bercerita, saling bercanda, dan segala komponen sosial lain, bisa membuat orang-orang yang cenderung memiliki ketergantungan seperti topik, berubah mindset serta stereotipnya. Masih banyak kesempatan. Tinggal sadar dan membuka diri.
Tapi jangan berkecil hati ya. Menguatkan pendapat WHO di awal wacana kita tadi gimana "game disorder" alias orang-orang yang memiliki ketergantungan kepada game hanya 3% sampai 4% dari milyaran pengguna game seluruh dunia, seluruh umur dan gender, penulis pengamat fenomena ini, om bule bernama Wittek, malah memprediksikan bahwa hanya 1,4% dari miliaran penduduk bumi yang bermain game terindikasi game disorder.
Penelitian dari para ahli lain seperti om bule Ferguson dan Markey hanya menemukan bilangan 0,6% dari keseluruhan pengguna dunia game. Kabar yang menggembirakan kan?
Nah untuk antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, beberapa solusi yang barusan saya ulas bisa dilakukan. Sekalian amatin sekitar, karena yang namanya game disorder ini bisa menimpa siapa saja. Kalau bukan kita ya, syukurlah, cuman ada kalanya kita harus memperhatikan tiap-tiap anggota keluarga, teman, kolega, orang-orang terdekat lain. Kasihan lo kalau sampai terkena ketergantungan seperti ini.
Nah sepertinya kita sudah sampai di akhir ulasan. Seperti biasa, selamat beraktifitas, semoga bermanfaat, bisa menambah wacana positif, dan salam kenal. Ini mata berasa udah ngantuk. Hahaha.
Ada kepikiran poin-poin lain bisa disampaikan di kolom komentar, mengingat saya punya keterbatasan pengetahuan, dan bisa saja Anda punya kelebihan daripada saya.
See you again!
Furqon643
Minggu, 26 Januari 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar