Kita mengenal rasa marah, alias anger, identik dengan agresif yang berkonotasi negatif, sebagai salah satu bentuk perilaku yang timbul dari emosional manusia, sejajar seperti kesedihan, kecemasan alias anxiety, happy, dan berbagai perasaan lainnya. Sebagian dari kita juga penasaran, apakah ada hubungannya antara temperatur tinggi dengan kemarahan.
Jawaban simplenya ada. Coba teman-teman pikir sejenak, misalkan Anda sedang mengendarai mobil. Ada dua mobil yang bisa dicoba, satu mobil Mercedes keluaran terbaru, dan 1 mobil Vellfire. Pada hari pertama, Anda mengendarai mobil Mercedes keluaran terbaru tersebut siang hari di salah satu jalan perkotaan di Jakarta. sedangkan untuk mobil Vellfire silakan kendarai pada hari kedua. Jalanan yang sama, kesibukan dan kepadatan lalu lintas yang sama di siang hari: macet.
Marah, identik juga dengan bahasa tubuh seperti melipat muka, respon tubuh agresif, luncuran kata-kata secara verbal yang tidak terkontrol, dan segala berkonotasi negatif lain, sumber gambar counsellingservices.net.au
Tapi untuk mengkomparasikan agar sesuai dengan topik ulasan kita kali ini, Mercedes pada hari pertama dikendarai secara "normal": tutup semua jendela, nyalakan air conditioner pada kendaraan.
Sedangkan pada hari kedua di saat kita mengendarai Vellfire, agar sesuai topik kita kendarai dengan kondisi abnormal: tidak menyalakan air conditioner sama sekali.
Sudah kebayang? Atau perlu dilakukan praktek langsung agar mendapat gambaran?
Di dalam pastinya nyaman, meski dirudung kemacetan beberapa lama, sumber gambar provoke-online.com
Ane saja yang memiliki jam terbang lumayan tinggi dalam mengendarai kendaraan roda empat, sudah mendapat gambaran jelas. Hari pertama ketika mengendarai Mercedes keluaran terbaru, dengan fitur-fitur kendaraan yang nyaman banget, bisa melalui macet berjam-jam, meskipun agak stress juga, dengan kondisi psikis yang normal, ane bisa meminimalisir tingkat stres, dan kemungkinan besar tindakan agresif yang under control. All is well.
Senyaman nyamannya mobil, AC nggak nyala ya sama aja gerah, sumber gambar berita.rajamobil.com
Berbeda dengan hari kedua. Pakai banget. Vellfire guys, tapi berjam-jam merasakan kemacetan seperti pada hari pertama, ane bakal stres, dan emosi lebih membludak lagi, karena hawa sangat panas, sehubungan dengan air conditioner yang tidak diaktifkan selama mengemudi.
Bisa jadi pada hari kedua ini mengemudi berasa abnormal, psikis juga sama, menggerutu di jalan, kebun binatang keluar satu persatu dari mulut secara verbal, belum lagi jika kendaraan lawan di samping kiri kanan depan belakang ada yang bertingkah, pusing, tingkat toleransi benar-benar tipis, bawaannya ingin tengkar mulu.
Masuk akal bukan? Ane yakin, contoh mengendarai langsung pun, setiap kawan pembaca sudah mendapat gambaran yang kurang lebih sama.
Saatnya kita masuk ke ranah pembahasan ilmiah. Banyak bertebaran jurnal psikologi, di mana penelitian dilakukan di barat sama oleh para pakar expert psikologi. Terutama mengenai hubungan antara kenaikan temperatur terhadap agresif seseorang. Saya ambilkan salah satunya.
Pada jurnal berjudul Aggression and Heat: The Mediating Role of Negative Affect, oleh Paul A. Bell dan Robert A. Baron, yang dipublikasikan pada Maret tahun 1976, dilakukan penelitian dengan jumlah partisipan 64 orang, di mana mereka adalah para mahasiswa, dibagi dua grup, kurang lebih 32 orang tiap grup, grup A ditempatkan pada ruangan yang benar-benar nyaman dan kondusif: temperatur sejuk, tempat duduk nyaman, dan grup B ditempatkan pada ruangan yang kurang nyaman: temperatur lumayan gerah.
Bawaannya gerah dan pengen minum air 10 galon sekaligus, sumber gambar nihaoindo.com
Tiap orang pada dua grup tersebut di pertemukan dengan banyak sampel, di dominasi orang-orang umum, yang tidak di kenal sama sekali orang 64 orang tersebut, alias stranger, dimana tiap-tiap partisipan penelitian pada dua grup tersebut diberi kesempatan untuk berinteraksi secara verbal pada setiap stranger mengenai topik topik tertentu, apabila mereka tidak menyukai orang-orang asing tersebut, mereka bisa menekan tombol di mana terhubung dengan "listrik" yang bisa menyalurkan setrum ringan atau listrik kejut ringan alias electric shock yang bisa diterima para orang asing. Tenang aja tidak sampai 220 volt atau lebih, tapi hanya beberapa ampere saja. Berasa sih. Sedikit. Tidak sampai menimbulkan luka bakar atau kesakitan berlebih.
Singkat cerita, hasil penelitian ternyata tidak jauh berbeda dengan prediksi awal. Setrum yang diterima orang-orang asing tersebut, banyak didapat dari grup B, di mana para partisipan penelitian pada grup ini bertempat di ruangan besar yang gerah, high temperature daripada grup A.
Secara logika, agresif dari orang-orang di grup B, lebih tinggi daripada grup A, salah satunya karena tempat penelitian di grup B gerah, dan panas, sehingga menimbulkan stimulasi agresif pada otak mereka. Tapi tetap saja, pada vektor behavior seseorang tetap dipertimbangkan, alias tingkah laku dan sifat orang yang berbeda-beda.
Sebagai contoh kedua, Richard P. Larrick, Thomas A. Timmerman, Andrew M. Carton dan Jason Abrevaya pada karyanya Psychological Science pernah membahas hal identik serupa, tepatnya pada jurnal yang berjudul Temper, Temperature, and Temptation: Heat-Related Retaliation in Baseball.
Bisa ngebayangin kan main baseball di siang hari, terik, lapangan terbuka? Sumber gambar gozags.com
Dari game baseball, dengan membedakan bermain baseball di saat terik panas matahari, dan pada segmen kedua bermain baseball pada saat cuaca tidak begitu panas atau nyaman, didapat konklusi penelitian bahwa pitcher atau pelempar bola pada kondisi temperatur panas (suasana terik matahari di siang hari bolong pada lapangan terbuka) melempar lebih agresif dan sedikit liar daripada di saat bermain pada kondisi kedua yaitu kondisi yang nyaman dan tidak panas terik.
Kemudian contoh berikutnya penelitian yang sudah berlangsung pada tahun 1986, dilakukan oleh psikolog expert Kenrick, D. T., MacFarlane, S. W., pada jurnal berjudul Environment and Behavior, di salah satu penelitian Ambient temperature and horn honking: A field study of the heat/aggression relationship, dengan partisipan penelitian 39 orang laki-laki dan 36 wanita pada range usia 16-65 tahun, lokasi di salah satu pemberhentian lampu merah Phoenix, Arizona, di musim panas pada siang hari.
Pada kondisi tersebut, didapat konklusi penelitian, di mana jika dibandingkan dengan kepadatan lalu lintas pada lampu merah di kondisi yang dingin misalkan sore atau pagi hari, maka pada terik matahari siang atau saat temperatur agak tinggi, orang lebih agresif untuk membunyikan klakson.
Sabar sist, ga gitu juga kali, sumber gambar theaustralian.com.au
Diketemukan juga, range tertinggi dari pembunyi klakson adalah pengemudi yang jendela mobilnya terbuka, entah karena ingin angin segar atau tidak berfungsinya air conditioner pada mobil tersebut. Tapi logika kita mungkin sama, dengan terbukanya kaca jendela diperkuat dengan kemungkinan tidak berfungsinya air conditioner mobil tersebut, maka hawa panas terik matahari siang akan menyerap ke dalam mobil dan membuat frustasi pengemudi. Memakai air conditioner dalam mobil dengan kaca jendela mobil tertutup saja sudah gerah apalagi jika air conditioner di dalam tidak berfungsi.
Nah, adakah penjelasan ilmiah mengenai apakah yang sedang terjadi?
Discomfort
Nggak nyaman. Permisalannya seperti Anda sendiri. Duduk di atas kursi yang empuk, membaca buku. Kondisi pertama di dalam kamar yang sunyi, sedangkan pada kondisi kedua di tengah-tengah hall pasar tradisional. Lebih nyaman baca buku di kondisi yang mana? Lebih ada kemungkinan cepat marah di kondisi pertama atau yang kedua misalkan tiba-tiba saya datang kemudian mengagetkan Anda dari belakang?
Ketidaknyamanan bisa karena berbagai hal. Tapi salah satunya, yang paling membuat gak nyaman banget itu temperatur panas.
Cognitive neoassociation theory
Teori terkenal ini pernah dikemukakan oleh Leonard Berkowitz, sosial psikolog Amerika, intinya teori ini mengemukakan bahwa sesuatu, baik objek terlihat maupun abstrak, bisa merupakan sumber unpleasant external stimuli, alias bisa memberikan rangsangan kepada seseorang untuk berbuat yang negatif. Hawa panas termasuk disini, bisa juga sebentuk abstrak lain seperti bau yang benar-benar bau, atau bunyi yang benar-benar berisik.
Penelitian di barat sana juga pernah mengungkap, di mana bisa direkatkan kondisinya dengan teori yang barusan sebut, berangkat dari mengamati kegiatan orang-orang di 2 laboratorium berbeda. Laboratorium yang pertama sejuk karena ada air conditioner menyala dengan baik, dan laboratorium yang kedua berbeda, agak gerah karena air conditioner sengaja tidak dinyalakan.
Laboratorium merupakan tempat beberapa ilmuwan bekerja, saling bekerja sama agar research cepat selesai, sumber gambar plasticshalloffame.com
Pada laboratorium yang pertama para laborannya bisa bekerjasama dengan baik. Sedangkan pada laboratorium yang kedua, tiap laborannya lebih fokus ke pekerjaan masing-masing, minim saling bantu membantu dan bahu membahu seperti pada kondisi laboratorium pertama.
Terlihat bagaimana suasana yang kurang nyaman, dalam aspek environmental sekitar, yaitu rasa panas, bisa membuat orang lebih agresif, berperilaku secara abnormal lebih ke konotasi negatif. Sosial bisa jadi individualis, pada dasarnya sabar bisa menipis kesabarannya, bisa jadi gejolak emosional juga muncul, dan sederet perilaku lain.
Nah.. What's next?
Sampai di sini saya yakin para pembaca juga yang awalnya masih mempertanyakan bukti ilmiah, pada titik ini sudah paham sedemikian rupa. Dan sebagian lain yang awalnya juga menyetujui, kali ini lebih menyetujui lagi dan bisa bertambah wacananya karena beberapa contoh yang telah saya ulas di atas.
Stay cool down. Kita yakini saja pada kondisi demikian tidak hanya kita yang merasakan situasi discomfort tersebut, tapi juga orang-orang di sekitar kita. Kalau kita terbuai untuk berperilaku agresif sedangkan di sekitaran juga sedang "berperang dengan discomfort di dirinya", bisa jadi respon negatif yang bisa kita dapat dan itu hanya membuang-buang waktu kita.
Many anger make us sick. Setiap hari marah, dimana-mana marah, bisa jadi nanti kita pusing sendiri, lagian ini bisa jadi pengganggu psikis serta kesehatan kita yang mana berasa di masa tua.
Keep cool, entah dengan meminum sesuatu, dengan segala perilaku yang bisa menurunkan ketidaknyamanan kita terhadap panas yang terjadi. Coba salah satu cara dengan mensyukurinya. Misalkan kita sedang ada di Jakarta dengan panas teriknya siang hari, pikirkan saja bahwasanya kita sangat beruntung ada di kota yang sedang kita pijak tersebut, bukannya di Australia atau South Afrika, di mana lebih panas, kering, dan benar-benar lapang tidak ada apa-apanya kecuali hewan buas dan Savana stepa (padang rumput ilalang).
Demikian pembahasan dari saya semoga bermanfaat, harapan saya bisa diambil wacana sedikit, selamat beraktifitas salam kenal dan semoga dijaga Tuhan selalu dimanapun kapanpun.
Keep cool and see you next time.
Furqon643
Sumber
Di sini.
Di sini.
Di sini.
Minggu, 26 Januari 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar