Teman adalah orang lain yang cenderung sebaya, biasanya tidak ada hubungan kekeluargaan secara identik dengan keluarga besar kita, namun kebanyakan dari mereka setia menemani hari-hari kita seiring bergulirnya waktu. Stranger, but close enough.
Pada kesempatan kali ini saya menyebutnya sedikit pengetahuan tentang friendship. Sebagian pakar di luaran sana menyebutnya sebagai the science of friendship. Berbeda lagi dengan pakar psikologi barat yang satu ini, Suzanne Degges-White Ph.D. Beliau menyebutnya friendology.
kalau selama ini kita merasa eksis peribahasa banyak anak banyak rezeki, saya kira masih masuk akal bila saya anggap banyak teman banyak rezeki, sumber gambar consequenceofsound.net
Seorang pakar, psikolog senior, sekaligus profesor dan pimpinan Counseling, Adult, and Higher Education Department di Northern Illinois University ini menyebut gol dari friendship itu terlalu luas. Banyak faktor yang berpengaruh, internal maupun eksternal, sebagai faktor-faktor pembentuk dunia sosial kita.
Tapi dari ulasan beliau, ada beberapa faktor penting dan senada dengan pengetahuan saya.
Pleasure
Mau enggak mau suka nggak suka, pertemanan itu identik dengan berbagi kesenangan. Mohon maaf saya berkata demikian. Ketika bersama dengan seseorang tertentu, malah seperti merasakan momen-momen "duty", atau seperti posisi kita sebagai pengayom, bak meladeni atau melayani anak kecil, daripada sebagai tempat berbagi kesenangan, minimal kita bisa nyaman, maka kita bisa mendapatkan konklusi, ketika kita merasakan moment kurang pleasure tersebut maka friendship berasa hambar.
Ketika pertemanan banyak senyum dan tertawa, bisa dijadikan tolak ukur sejauh mana quality yang terjalin, sumber gambar medicaldaily.com
Coba anda bertemu seseorang, dengan intensitas lumayan katakanlah hampir setiap hari bertemu, dan ternyata selama bertahun-tahun yang dilakukan seperti anak kecil. Dari awal sampai akhir yang kita lakukan seperti kakak ke adik atau bahkan seperti seorang ibu ke anaknya, "mengayomi", bisa saya katakan friendship itu hambar, dan dalam level tertentu kita bisa benci kondisi demikian.
Berbeda dengan keadaan sebaliknya ketika kita bertemu orang dengan intensitas pertemuan yang sama, momentumnya sangat berbeda, didominasi dengan saling interaksi menyenangkan, support, bertukar cerita dan bercanda bareng, meski sesekali ada sedih dan saling cemberut, saya yakin dominan dari kita benar-benar menyukai keadaan yang seperti ini. Kita nyaman dengan teman kita yang ini.
Give-and-take
Saling menerima dan saling memberi. Tidak diidentikkan dengan suatu barang atau mungkin dalam cakupan finansial saja, tapi segala bentuk support yang bisa dilakukan give-and-take seperti psikis (verbal dan perilaku).
Sekarang seseorang bertemu temannya. Dalam keseharian, intensitas bertemu hampir setiap hari, dan selama itu yang dilakukan orang ini hanya mendengarkan keluh kesah, serta segala cerita temannya itu, tanpa ada pemberian kesempatan bagi dia untuk melakukan cerita balik ke temannya itu. Kesel nggak sama hubungan yang demikian? Terutama para cewek. Saya jamin gak ada hitungan bulan sudah terbentuk mindset di pikirannya: dia teman yang bawel.
Jika proses give-and-take seiring waktu tidak berimbang dalam jangka waktu tertentu, nggak bakalan tercipta suasana seperti yang telah ditunjukkan di picture ini, sumber gambar popsugar.co.uk
Pada kondisi yang saya ulas ini lebih give nya dari pada take. Padahal dua hal itu harus berimbang. Dia telah memberikan waktu, kinerja indra pendengaran, fisik: mendengar temannya itu bercerita melulu, duduk berjam-jam, hati berkecamuk tapi dia tetap sabar, itu adalah sebagai bentuk give, sayangnya dia sudah melakukan demikian tapi tidak diberi kesempatan sama sekali untuk membalas dengan bercerita dengan keluh kesah dia sendiri. Berasa just give no take.
Bukan hanya perilaku perilaku verbal ya, tapi ini mencakup semua kegiatan sosial yang bisa terjadi di antara teman. Bisa saja sih temannya ini selalu mengajak keluar kemana-mana, tapi objek tripnya dia yang menentukan, tapi ketika si korban ini ingin keluar ke objek tertentu, malah tidak dilayani dengan baik oleh temannya itu.
Si teman selalu meminjam uang ke korban, sering banget, tapi giliran si korban suatu kali ingin pinjam dari temannya, karena keperluan urgent, si teman malah menolak mentah-mentah.
Ini pertemanan yang sehat apa aplikasi ego salah satu pihak ya?
Level friendship is vary over a lifetime
Sadari saja bahwa friendship mempunyai levelnya sendiri-sendiri. Biasanya bergantung dari beberapa faktor, seperti seberapa lama momentum mereka bersama, seberapa jauh komitmen yang telah dijalin mereka berdua, seberapa banyak momentum fluktuatif seperti suka duka yang telah dilalui bersama, dan berbagai hal pemengaruh lainnya.
Friendship yang sehat itu seru, sumber gambar phys.org
Kalau di negara kita, dan secara konstruksi sosial yang ada, fenomena ini memunculkan beberapa pembedaan pembahasaan level friendship, seperti teman, teman biasa, teman main, sahabat, teman dekat, sahabat dekat, sahabat sejoli, teman suka dan duka, teman pelakor, teman penghianat, mantan teman, teman naik gunung, teman mulai nol, dan aneka pembahasaan nyeleneh lainnya.
Studi membuktikan, dominan wanita seakan-akan sepakat, bahwa true friend akan terlihat ketika suatu krisis terjadi. Seperti ketika dia mengalami musibah, atau saat benar-benar membutuhkan uluran tangan, baik secara materi maupun psikis.
Voluntary basis
Sebuah aliansi antara dua orang yang terikat dalam suatu pertemanan, merupakan suatu kesatuan yang sangat kuat ketika dilakukan atas dasar voluntary alias berangkat dari rasa sukarela.
Semuanya lepas dan tidak ada paksaan dari salah satu pihak, pertemanan yang sesungguhnya, sumber gambar unsplash.com
Pernahkah anda berteman dengan seseorang, karena dipaksa oleh sahabat anda? Kamu harus berteman sama dia. Misalnya tekanan sahabat kita seperti itu. Apa Anda yakin pertemanan yang terpaksa seperti itu akan bertahan lama? Maybe yes maybe no. Banyak no-nya kalau ternyata kita tidak cocok dengan karakter seberang sana.
Biasanya kita terjun kepada sebuah pertemanan dengan sukarela, tanpa ada paksaan tertentu, dan di lubuk hati terdalam ketika kita instropeksi, kita meyakini bahwa teman kita berbuat hal yang sama pula ke kita.
Mutual respect
Satu hal yang paling penting dan kita pahami bersama bahwa suatu pertemanan itu akan terjalin baik serta berjangka waktu lama bila antara 1 dan orang lainnya nya didominasi dengan rasa saling respect. Karena ini berkaitan dengan poin paling pertama tadi. Faktor pleasure alias nyaman antara satu sama lainnya. Bukankah ketika kita dengan seorang teman saling berbagi, saling support, saling peduli satu sama lain, akan menimbulkan rasa nyaman dalam hubungan kita?
Berusaha membuat teman kita nyaman, suatu hari investasi ini akan kembali lagi kepada kita, sumber gambar rand.org
Looks?
Biasanya sih seseorang tertarik dengan attitude orang lain dengan parameter yang berbeda-beda sesuai dengan tipikal masing-masing. Secara tidak sadar ini dilakukan karena pada normalnya manusia itu ingin nyaman, secara situasi sosial di tempat dia berkubang. Baik dengan perasaan mencari teman-teman yang "sesama" pun keinginan untuk "meningkatkan pergaulan sosial" dengan rasanya ketika berteman dengan orang-orang pada level tertentu yang sejatinya satu tingkat di atasnya.
Melihat kekompakan itu indah, sumber gambar rawpixel.com
Misalnya wanita yang yang berteman dengan sesama wanita cantik. Para penyuka buku, berteman dengan orang-orang yang sama-sama menyukai buku sehingga terbentuk komunitas membaca, bahkan hingga sekumpulan orang yang merasa diri mereka adalah rocker, dan berjuta komunitas lainnya. Bisa juga seseorang yang ingin berteman dengan orang lain yang mempunyai kemampuan kognitif tertentu di atasnya.
Pada konsep ini, meskipun tidak tersurat, tapi notabene sudah tersirat di antara aura pertemanan, kita sudah masuk dalam kondisi di mana minimal kita menjaga attitude, demi kelanggengan pertemanan kita.
Untuk lebih gampang saya kasih contoh yang eksplisit dan sederhana. Misalkan saya orangnya jorok dan jarang mandi, mempunyai sekumpulan teman-teman yang bersih. Dan kami sudah bersahabat sejak lama. Pastinya di dalam diri saya timbul keinginan untuk mempunyai attitude sama seperti mereka. Artinya saya harus keluar dari kebiasaan jarang mandi, lalu mulai membiasakan diri untuk mandi sehari 5 kali.
Performance seringkali dijaga, sebagai bentuk "matching-spontanitas" dengan lingkungan sosial yang sedang berlaku, sumber gambar loudersound.com
Pastinya teman-teman tersebut juga kompak di dalam hatinya memiliki keinginan yang sama: saya yang jarang mandi harus membiasakan mandi agar sama seperti mereka, demi kenyamanan mereka dan eksistensi pertemanan kami.
Bagaimana bila prinsip ini dilihat dari sisi lain? Pada kacamata religi pernah disabdakan the last prophet sebagai berikut,
“Perumpamaan kawan yang baik dan kawan yang buruk seperti seorang penjual minyak wangi dan seorang peniup alat untuk menyalakan api (pandai besi). Adapun penjual minyak wangi, mungkin dia akan memberikan hadiah kepadamu, atau engkau membeli darinya, atau engkau mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu, atau engkau mendapatkan bau yang buruk,"
Paling tidak dari wacana diatas kita bisa ambil ilmu, memang terdapat beberapa hal yang tidak bisa dikatakan, tidak ada aturan tertulis sama sekali tentang pertemanan, tapi kita rasakan di dalam hati. Semua kembali ke typikal masing-masing orang tapi minimal, kita bisa memilih teman yang baik, demi menuju kebaikan. Karena salah memilih teman bisa berujung kepada kerugian pada diri kita sendiri.
Demikian sekelumit pembahasan dari saya, semoga mendapat manfaat, selamat beraktifitas, selamat berteman dengan orang-orang baik, dan saya meyakini bahwa orang baik akan selalu dijaga Tuhan dimanapun kapanpun.
Furqon643
Sumber
Di sini.
Minggu, 26 Januari 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar